Situs Resmi MA Maarif 06 Pasir Sakti

Agama dan Hak Asasi Manusia (Nominasi 10 Terbaik Nasional 2014)


AGAMA DAN HAK ASASI MANUSIA
Peran Agama dalam Mewujudkan Civil Society
Di Negara Indonesia
 Oleh : Nurul Muhsinin
Mahasiswa Perbandingan Madzhab dan Hukum
Fakultas Syari'ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta



Lembaran sejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia tentang wacana Hak Asasi Manusia menyaksikan bahwa jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa (Founding Fathers) telah memercikkan pemikiranya untuk mem-perjuangkan harkat dan martabat manusia menjadi yang lebih baik. Percikan pemikiran tersebut dapat dibaca dalam surat-suratnya R.A.Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, serta karangan politik yang ditulis oleh H.O.S.Cokroaminoto, Agus Salim dll. Namun, wacana diatas gagal dituangkan dalam suatu hukum dasar negara ketika Orde baru berkuasa.
Pada saat orde baru berkuasa (1966-1998) kekerasan sering dijadikan sebagai solusi terakhir dalam penyelesaian suatu masalah. Solusi terakhir yang dilakukan dengan kekerasan tersebut dipicu dengan berbagai alasan, diantaranya: a).Perbedaan Suku, b). Perbedaan Ras, c). Perbedaan Keyakinan, d). Perbedaan Ekonomi dan Kebudayaan, dan masih banyak lagi. Bahkan, tidak jarang kekerasan tersebut dilakukan oleh Pemerintah terhadap rakyanya yang didukung oleh kekuasaan militer. Kenapa hal itu bisa terjadi? Merujuk pada pendapat Edward Shils bahwa pada awal-awal pembangunan  negara Indonesia, kedudukan presiden dan militer adalah saling ketergantungan. Presiden membutuhkan militer untuk mem-pertahankan kekuasaan, sementara militer membutuhkan presiden untuk eksistensi mereka di pemerintahan serta sikap militer pada umumnya anti-diskusi, anti-kritik, dan anti-kebebasan pers. Karena Pemerintah anti terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi semakin menyempit, kemandirian masyarakat berkurang, pluralisme dieliminasi dengan simbol SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan)[1] yang menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat.
Pada saat itu (Orde Baru) demokrasi mati cukup lama sampai hingga datangnya masa Reformasi (1998-2000) yaitu yang diawali dengan lengsernya Soeharto dari kursi presiden Indonesia kedua oleh Gerakan Reformasi[2]. Pada masa inilah yang sangat friendly dengan hak asasi manusia sampai saat ini.
Namun, pada saat ini muncul pertanyaan mengapa bangsa Indonesia yang sudah merdeka sejak tahun 1945 selalu gagal dalam membangun Masyarakat Madani yang sering juga disebut dengan Civil Society (masyarakat sipil), Walaupun secara historis di Indonesia upaya untuk merintis lahirnya masyarakat madani sekitar abad ke-20? Padahal adanya masyarakat madani di negara Indonesia sangat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk dengan banyaknya ras, suku, etnis dan agama serta memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a). Kemandirian, b). Toleransi, c). Keswadayaan, d). Rela menolong satu sama lain dan e). Menjunjung tinggi norma dan etika.
Sebenarnya sudah banyak para ahli pakar ilmu-ilmu sosial, aktivis sosial dan politisi yang mengemukakan sebab dari gagalnya pembangunan fondasi masyarakat madani. Mayoritas mereka memandang kegagalan tersebut di-kategorikan kedalam dua faktor, yaitu :
1.      Faktor Internal
Merupakan penyebab yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dalam mewujudkan masyarakat madani;
2.      Faktor Eksternal
Merupakan penyebab yang berasal dari luar diri masyarakat Indonesia, yaitu proses percepatan globalisasi budaya yang tidak mampu direspon atau disaring secara seimbang yang mengakibatkan masyarakat Indonesia terjangkit Cultural Shock (Kaget Budaya) secara kolektif.

A.      Agama dan Masyarakat Madani
Dalam kaitanya dengan masyarakat madani, agama dipandang dengan sebagai suatu institusi yang lain yang mengemban tugas (fungsi) agar masyarakat menjadi lebih baik. Maka, dalam tinjauanya yang dipentingkan adalah daya guna dan pengaruh agama terhadap masyarakat.
Masyarakat Madani berasal dari dua kata yaitu Masyarakat dan Madani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Masyarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Sedangkan Madani dalam bahasa arab berasal dari kata “Madani, Madinah. Madaniah atau Tamaddunyang berarti Masyarakat kota, Masyarakat yang berperadaban. Dalam bahasa Inggris berasal dari kata “Civility atau civilization, civil society yang berarti masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban. Adapun secara istilahnya, masyarakat madani (Civil Society) kumpulan manusia dalam satu tempat (daerah/wilayah) dimana mereka hidup secara ideal dan taat pada aturan-aturan hukum, serta tatanan kemasyarakatan yang telah ditetapkan. Menurut Aristoteles masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang dipimpin dan tunduk pada hukum, baik penguasa, rakyat, dan siapapun harus taat dan patuh terhadap hukum yang telah dibuat dan disepakati bersama. 
Adapun didalam al-Qur’an disebutkan bahwa masyarakat madani di konteks-kan dengan istilah “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur yang secara harfiyahnya berarti negeri yang baik serta dalam keridhaan Allah SWT. Istilah yang digunakan dalam Alquran tersebut sejalan dengan makna masyarakat yang ideal yaitu berada dalam ampunan dan keridahan-Nya. “Masyarakat ideal” inilah yang dimaksud dengan “masyarakat madani”.
Adapun konsep dari masyarakat madani adalah sebagaimana yang dipraktikan oleh Rasulullah SAW dalam kenegaraan di Madinah. Konsep tersebut bermula sesaat setelah hijrahnya Nabi SAW dan para sahabatnya, yang ditandai dengan adanya Sahifah Watsiqah Madīnah atau Madinah Charter yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “Piagam Madinah”. Poin-poinya berisi pernyataan (statement) tentang kemasyarakatan yang pada intinya meliputi:
1.      Asas kebebasan beragama
Yakni negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
2.      Asas persamaan
Yakni semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk, bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu;
3.      Asas kebersamaan
Yakni semua anggota masyatakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara;
4.      Asas keadilan
Yakni setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hada-pan hukum. Hukum harus ditegakkan, siapapun yang melanggarnya harus terkena hukuman;
5.      Asas perdamaian
Yakni warga negara hidup secara berdampingan, tanpa membedakan suku, agama, dan ras (SARA);
6.      Asas musyawarah
Yaitu semua permasalahan kenegaraan yang pelik mesti dicarikan solusinya melalui dewan syura.
Dan “Piagam Madinah” tersebut ditanda tangani oleh oleh seluruh komponen masyarakat yaitu Nasrani, Yahudi, Muslim (Ansor dan Muhajirrin). Dari situ dapat dilihat bahwa sanya pada masa Rasulullah SAW masyarakat yang mendukung adanya piagam madinah tersebut menunjukkan karakter masyarakat yang majemuk baik ditinjau dari segi asal keturunan, maupun segi budaya dan agama. Di dalamnya terdapat arab Muslim, arab Yahudi dan arab Nasrani, semuanya bersatu membangun madinah.

B.       Hubungan Agama dan Masyarakat Madani di Indonesia
Agama memiliki hubungan yang sentral dalam penciptaan civil society, dalam artian agama memiliki peran yang mampu mengembangkan dan juga menghambat terciptanya civil society. Dari rumusan tersebut memberikan kesan bahwa Civil Society merupakan alternatif yang paling masuk akal.
Masyarakat Indonesia yang sangat religius tentu tidak bisa didorong untuk memperkembangkan civil society dengan membebaskan diri dari agama apalagi terdapat Fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme dan sekularisme. Mungkin hal itu yang menunjukkan bahwa tidak mungkin masyarakat (Muslim) Indonesia mengabaikan nilai-nilai agama di dalam mewujudkan civil society. Kalaupun ada pemikiran yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara-bangsa yang bebas agama berdasarkan sekularisme, yang memisahkan agama dari negara secara murni adalah pemikiran yang mengingkari fakta sejarah dan budaya Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang mengakui tauhid yaitu yang tercantum didalam Pancasila sila ke-1 “Ketuhanan yang Maha Esa”, yang penduduknya religius dan bangsa yang mayoritas muslim, Indonesia adalah NKRI yang “Berketuhanan yang Maha Esa”. Jadi, Masyarakat madani dalam persepektif yang sebenarnya telah tercantum didalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3.
Sedangkan hubungan dari agama dan masyarakat madani adalah bahwa agama diyakini sebagai risalah dari Tuhan yang bersifat theo-centris, sementara moralitas kekuasaan dan masyarakat madani merupakan bagian dari antropo-centris yang menitik beratkan pada persoalan manusia. Dan legitemasinya pun diperoleh dari sesamanya. Persoalan agama, moralitas kekuasaan dan masyarakat madani adalah persoalan manusia dan kemanusiaan. Hanya saja, letak perbedaannya yaitu agama merupakan respons manusia terhadap Tuhannya, sedangkan kekuasaan dan masyarakat madani merupakan respons dan tatakrama manusia sebagai makhluk sosial dalam konteks pergumulan dengan sesamanya.
Berdasarkan pemaparan dan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian Masyarakat madani secara umum adalah sekumpulan orang dalam suatu bangsa atau negara di mana mereka hidup secara ideal dan taat pada aturan-aturan hukum, serta tatanan kemasyarakatan yang telah ditetapkan. Masyarakat seperti  ini sering disebut dengan istilah civil society (masyarakat sipil) atau al-mujtama’ al-madani, yang pengertiannya selalu mengacu pada “pola hidup masyarakat yang tebaik, berkeadilan, dan berperadaban”, sedangkan dalam istilah Alquran, kehidupan masyarakat madani tersebut dikontekskan dengan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr.
Dari nilai-nilai dasar kemasyarakatan ini, maka lahirlah konsep masyarakat madani yaitu masyarakat yang ideal, yang teriterpretasi dalam tiga istilah yaitu :
1.      Masyarakat yang utama dan terbaik (khairah ummah)
2.      Masyarakat yang seimbang (ummatan wasathan)
3.      Masyarakat moderat (ummah muqtashidah).
Konsep masyarakat madani yang seperti diatas itulah yang diimplementasikan oleh Rasulullah Muhammad SAW di masyarakat Madinah yang ditandai dengan adanya Sahifah ay Watsiqah Madīnah atau Madinah Charteryakni “Piagam Madinah” yang item-itemnya meliputi enam prinsip, yakni asas kebebasan beragama, Asas Persamaan, Asas Kebersamaan, Asas Keadilan, Asas Perdamaian, dan Asas Musyawarah.
Maka dapat diketahui bahwa kajian tentang masyarakat madani yang berkaitan dengan agama menurut persepektif al-Qur’an masih perlu dikembangkan, sehingga akan diperoleh rumusan konsepsi tentang masyarakat madani yang lebih akurat dan argumentatif untuk diimplementasikan dalam kehidupan ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya di Indonesia.
MERDEKA…!!!!




Nurul Muhsinin
Perbandingan Madzhab dan Hukum


[1] DR.M.Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Cetakan ke-2, Jakarta : Penerbit Kalimah, 2001, hlm.ix.
[2] Gerakan reformasi adalah gerakan yang terdiri dari mahasiswa, pekerja dan masyarakat yang menginginkan adanya Reformasi.
Share this post :

Posting Komentar

Kepala Sekolah

Kepala Sekolah
 
Support : Trainer Pendidikan | Motivator Nasional | Nusantara Educenter
Copyright © 2014. MA MA'ARIF 06 PASIR SAKTI - All Rights Reserved
Template by Mufarrihul Hazin Published by Nusantara Educenter
Proudly powered by TIM IT